Iklan 640x100

Kivlan Zein Sempat Bicara Kabar Makar dan Kudeta Sebelum Dia Ditangkap Polisi

--Letakan kode unit adsense hasil parse disini--
Mantan Kepala Staf Kostrad, Mayor Jenderal Purnawirawan TNI Kivlan Zein, ditangkap aparat kepolisian atas sangkaan melakukan permufakatan makar, Jumat (2/12/2016).
Beberapa hari sebelum penangkapan, Kivlan Zein sempat memberikan penjelasan perihal kabar beberapa jenderal purnawirawan TNI akan melakukan makar hingga kudeta secara terselubung atau mendompleng dalam aksi unjuk rasa ratusan ribu umat muslim pada 2 Desember 2016 atau 212.
Menurut Kivlan, tak ada niat dirinya bersama beberapa mantan jenderal TNI untuk melakukan makar maupun kudeta terhadap pemerintahan Jokowi-JK.

Ia ikut serta dalam pergerakan Aksi Bela Islam karena tergerak atas adanya dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kan saya sudah mengatakan di Facebook saya, bagaimana datangnya makar? Orang ketua panitianya adalah FPI, leader-nya adalah Habib Rizieq. Saya bukan leader, saya hanya ikut membantu supaya ini aman, supaya jangan ditembak. Kalau ditembak, kena saya sajalah. Kalau pun kena saya aja, saya rela. Tapi mudah-mudahan Allah lindungi saya," kata Kivlan Zein saat ditemui setelah menjadi pembicara diskusi bertajuk 'Memetakan Motif, Agenda dan Kekuatan di Balik Ahok', di Kantor PB HMI, Guntur, Jakarta Selatan, Senin, 28 November 2016.

Ia mengaku tidak pernah mengikuti rapat-rapat yang diduga berencana melakukan makar tersebut, termasuk pertemuan yang digelar oleh adik Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri di UBK, Jakarta, beberapa waktu lalu. "Saya enggak ikut rapat (yang diduga) mau kudeta di Universitas Bung Karno yah? Saya enggak rapat itu kok, enggak ikut rapat dengan para jenderal yang katanya mau kembali ke UUD 45. Jadi, orang yang buat peta segitiga itu dari mana? Dari Hongkong itu," ujarnya.

Ia menyangsikan para mantan jenderal TNI mau melakukan makar hingga kudeta dengan posisi nyaman mereka saat ini. "Jenderal-jenderal itu sudah pada mapan kok, sudah enak naik mobil, punya rumah, punya anak, punya istri. Masa' dia mau mengorbankan masa belakangnya (yang didapatnya). Mana mau dia," kata Kivlan. Menurut Kivlan, tidak akan mungkin para mantan jenderal TNI melakukan makar maupun kudeta jika tidak berangkat ke DPR/MPR RI dan Istana Negara.

Namun, Kivlan membenarkan ada beberapa mantan jenderal TNI dan tokoh beberapa kali menemui Ketua MPR, Zulkifli Hasan. "Cuma iya ada datang baik-baik para jenderal dipimpin oleh Pak Tri untuk kembali kepada Indonesia 45 yang lama, dan sudah disetujui oleh Ketua MPR, dan Mega juga setuju perubahan cuma yang GBHN aja," katanya. "Tapi, udahlah enggak mungkin mereka mau berubah, orang sudah pada mapan, orang-orang taipan, orang-orang kaya, (dengan) Undang-undang Dasar yang sekarang ini mereka sudah mapan, jangan diubah. Kesejahteraan sudah mereka pegang, ekonomi pegang, kalau UUD (diubah) mana mau," sambungnya.

Menurutnya, justru para politikus lah yang mengambil keuntungan di balik aksi damai umat muslim menuntut proses hukum Ahok selama ini. "Yah orang-orang politik. Jenderal-jenderal ini sudah mapan, sudah punya anak istri, punya sedan di rumah, tenang-tenang. Jenderal-jenderal kita kan enggak mau susah, sudah biasa tenang dia." "Kalau jenderal-jenderal datang ke MPR, boleh. Memang selama ini banyak datang (ke MPR). Tapi, jenderal-jenderal itu tak punya massa dia. Kalau saya jenderal Kivlan, punya massa," sambungnya.

Menurutnya, adalah hal yang benar jika mantan jenderal TNI ingin mengajukan perubahan dengan mengajukan ke MPR RI. "Karena dia mau datang menyampaikan secara teratur administrasi, datang ke MPR, itu namamya jenderal. Kalo jenderalnya datang beliuk-beliuk bukan jenderal itu, itu preman namanya," katanya. Menurutnya, lain halnya jika rakyat yang bergerak. Saat ditanyakan tanggapannya jika Ahok tidak ditahan selaku tersangka kasus penistaan agama?

"Yah lemas kita lah. Enggak mau lagi datang. Tapi, kalau terjadi (pergerakan) rakyat, berarti ada pihak-pihak yang masuk yang sudah dirancang, ada mungkin (didatangkan) preman-preman, tapi saya nggak tahu. Kalau dengan rakyat, baru tumbang. Itu juga diharapkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Tapi, saya enggak tahu kelompoknya yang mau bikin rakyat itu, dibikin chaos lah, supaya terjadi perubahan pemerintahan," kata Kivlan.

Sumber : Tribunnews